Mamuju (Quantumnews) – Polemik penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Sulbar memasuki babak baru. Rencananya, tim penetapan akan berguru ke Palu, Sulawesi Tengah.
Keputusan itu diambil dalam rapat bersama Komisi II DPRD Sulbar bersama pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Dinas Perkebunan Sulbar. Selasa (2/3/2021).
Sekretaris DPW Apkasindo Sulbar Andi Tahmid menuturkan, permasalahan penetapan harga TBS kelapa sawit di Sulbar seperti tidak pernah usai. Menurutnya, penetapan yang dilakukan selama ini tidak berpedoman pada Permentan 1 tahun 2018.
“Mekanisme penetapan itu tidak mengacu ke Permentan, faktanya adalah dalam setiap penetapan itu tidak pernah dibawa invoice. Pada Permentan diatur kalau tidak ada invoice harus mengacu harga Kantor Pemasaran Bersama Nasional, KPBN,” tuturnya.
Apkasindo kata Tahmid tidak muluk-muluk untuk mendapatkan harga yang tinggi, namun yang diinginkan pihaknya adalah proses penetapan yang berjalan sesuai dengan mekanisme yang tertuang dalam Permentan.
Olehnya itu kata Tahmid, pilihan untuk melakukan studi banding ke Pemerintah Sulawesi Tengah karena perbedaan harga yang mencolok antara Sulteng dan Sulbar, padahal CPO kelapa sawit mereka di jual di Sulbar.
“Karena disparitas harga kita dengan Palu cukup jauh, Februari ini harga perusahaan cuma menawarkan Rp1300 sementara Palu itu menetapkan harga Rp1890 padahal Palu menjual CPO nya ke kita di tanjung bakau, Pasangkayu,” katanya.
Sementara itu Katua Komisi II DPRD Sulbar Sukri Umar menegaskan, setelah rombongan gabungan dinas perkebunan, Apkasindo telah melakukan kunjungan, diharapkan penetapan harga bisa lebih baik.
Kalau pun misalnya dalam proses penetapan kembali tidak menyertakan invoice dari perusahaan. DPRD kata Sukri tegas menyepakati penetapan harga mengikuti harga Kantor Pemasaran Bersama Nasional (KPBN).
“Jelas di Permentan kalau invoice tidak ada maka harga sawit mengacu KPBN,” tegas Sukri.